Lansia Tanpa Alamat dan Identitas di Sumenep

SUMENEP – Satami, perempuan lanjut usia berumur 75 tahun adalah warga Sumenep yang tinggal di Dusun Moralas, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, Madura.

Bertahun-tahun ia bergelut dengan kehidupan yang keras. Untuk mengisi perutnya, ia harus berjalan mencari barang rongsokan atau memulung di berbagai kampung dan desa.

Bacaan Lainnya

Puluhan kilo meter ia tempuh dengan kaki rentanya. Pagi berangkat, sore baru sampai ke rumahnya.

Usai mencari nafkah, Satami biasa melepas penat di rumah bambunya berukuran 5X4 meter persegi. Meja tamu ia jadikan ranjang. Tidur di atasnya dan beralaskan tikar.

Sungguh malang, kala hujan rumahnya bocor di berbagai sudut. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Tak ada suami yang mau memperbaiki. Anak pun ia tak punya. Benar-benar sebatang kara.

Sewa tukang bangunan untuk perbaiki rumhnya juga tidak mampu. Bagaimana tidak, penghasilannya dari memulung hanya Rp 10 ribu per hari. Uang sebanyak itu kalau di perkotaan tak cukup untuk nasi sebungkus dan es teh.

Sila kedua dan kelima Pancasila tidak berlaku bagi Satami. Kemanusiaan yang adil dan beradab tidak dinikmati Satami. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, tidak diraskan Satami.

Jangankan dapat perhatian seperti mendapat Bansos Covid-19 yang dikorupsi oleh pejabat pusat. KTP, KK dan Akte ia tidak punya. Sempurna derita Satami.

Saat sakit dan mengalami kesusahan lainnya, Satami hanya mendapat uluran tangan dari tetangganya. Keberuntungan sosial warga pedesaan yang masih memiliki sikap tenggang rasa cukup tinggi. Kepedulian kepada sesama.

“Aku tidak tahu umurku sudah berapa,” ucapnya sambil gelengkan kepala kepada SantriNews saat ditemui di kediamannya pada 27 Desember 2020.

Umur Satami yang disebut di atas merupakan prediksi tetangganya bernama Moh Hasan. “Sekitar 75 ke atas bila dibandingkan dengan tetangganya yang juga sudah renta,” katanya.

Hasan menjelaskan, penyebab nenek Satami tidak pernah menerima berbagai macam bantuan dari Pemerintah dikarenakan nenek Satrani belum mempunyai kartu identitas seperti KTP.

“Setiap hari dia hanya mengumpulkan barang bekas, untuk dijual di Pasar Kapedi,” pungkas Hasan. (ari)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.